Wednesday, June 11, 2014

Sayang Bapak..

Assalamualaikum Deary,

Tetiba mata ini menetesan air mata ketika membaca sebuah artikel ini.
"Wisudawan Ber-IPK 3,96 Itu Diantar Ayahnya dengan Becak"


Perhatian para keluarga wisudawan dan puluhan wartawan langsung tersita pada Raeni, Selasa (10/6). Pasalnya, wisudawan dari Jurusan Pendidikan Akuntansi Fakultas Ekonomi (FE) Unnes ini berangkat ke lokasi wisuda dengan kendaraan yang tidak biasa. Penerima beasiswa Bidikmisi ini diantar oleh ayahnya, Mugiyono, menggunakan becak.
Mengapa becak? Ayahanda Raeni memang bekerja sebagai tukang becak yang saban hari mangkal tak jauh dari rumahnya di Kelurahan Langenharjo, Kendal. Pekerjaan itu dilakoni Mugiyono setelah ia berhenti sebagai karyawan di pabrik kayu lapis.  Sebagai tukang becak, diakuinya, penghasilannya tak menentu. Sekira Rp10 ribu – Rp 50 ribu. Karena itu, ia juga bekerja sebagai penjaga malam sebuah sekolah dengan gaji Rp450 ribu per bulan.
Meski dari keluarga kurang mampu, Raeni berkali-kali membuktikan keunggulan dan prestasinya. Penerima beasiswa Bidikmisi ini beberapa kali memperoleh indeks prestasi 4. Sempurna. Prestasi itu dipertahankan hingga ia lulus sehingga ia ditetapkan sebagai wisudawan terbaik dengan Indeks Prestasi Komulatif (IPK) 3,96. Dia juga menunjukkan tekad baja agar bisa menikmati masa depan yang lebih baik dan membahagiakan keluarganya.
“Selepas lulus sarjana, saya ingin melanjutkan kuliah lagi. Penginnya melanjutkan (kuliah) ke Inggris. Ya, kalau ada beasiswa lagi,” kata gadis yang bercita-cita menjadi guru tersebut.
Tentu saja cita-cita itu didukung ayahandanya. Ia mendukung putri bungsunya itu untuk berkuliah agar bisa menjadi guru sesuai dengan cita-citanya.
“Sebagai orang tua hanya bisa mendukung. Saya rela mengajukan pensiun dini dari perusahaan kayu lapis agar mendapatkan pesangon,” kata pria yang mulai menggenjot becak sejak 2010 itu.
Rektor Prof Dr Fathur Rokhman MHum mengatakan,apa yang dilakukan Raeni membuktikan tidak ada halangan bagi anak dari keluarga kurang mampu untuk bisa berkuliah dan berprestasi.
“Meski berasal dari keluarga dengan kondisi ekonomi yang kurang, Raeni tetap bersemangat dan mampu menunjukkan prestasinya. Sampai saat ini Unnes menyediakan 26 persen dari jumlah kursi yang dimilikinya untuk mahasiswa dari keluarga tidak mampu. Kami sangat bangga dengan apa yang diraih Raeni,” katanya.
Ia bahkan yakin, dalam waktu tak lama lagi akan terjadi kebangkitan kaum dhuafa. “Anak-anak dari keluarga miskin akan segera tampil menjadi kaum terpelajar baru. Mereka akan tampil sebagai eksekutif, intelektual, pengusaha, bahkan pemimpin republik ini,” katanya.
Harapan itu terasa realistis karena jumlah penerima Bidikmisi lebih dari 50.000 per tahun. Unnes sendiri menyalurkan setidaknya 1.850 Bidikmisi setiap tahun.

Yaaa, dia adalah Raeni seorang mahasiswa dari Universitas Negeri Semarang yang menurut saya dia itu luar biasa cerdas. Hal yang membuat saya terharu yaitu perjuangan Ayahnya yang berprofesi sebagai tukang becak untuk menyekolahkan putri bungsunya tersebut. Ma Sya Allah, sebegitu besar tekad seorang Ayah dalam mewujudkan cita-cita putrinya.

Dan setelah baca, saya pun rindu dengan Bapak saya, yaap beliau pun juga sama pengorbanannya dengan Ayahnya Raeni ini. Bapak bangun dari jam 4 pagi demi mempersiapkan dagangan bubur ayamnya dan kembali istrirahat sekitar jam 12 malam karena beliau juga membuat rempeyek kacang. Namun sayang, anak mu ini tidak terlalu membuatmu bangga ya pak.
Jangankan di foto seperti artikel di atas, rangking 1 di kelas pun aku tidak bisa mewujudkannya. Apalagi saat ini setelah sudah bekerja, kasih uang pun jarang dan tidak banyak.

Maaf ya pak, masih belum bisa bikin Bapak bangga lahir batin. Aku cuma bisa doain bapak agar bapak selamat dunia dan akhirat serta selalu diberikan kesehatan. Aku sayang Bapak

*ditulis dengan mata masih berebes mili*

Wassalamualaikum

No comments:

Post a Comment